Cerita Populer: Ia Mencintaiku Dalam Mode Gelap



Hujan Senja di Taman Kenangan

Hujan menggigil. Seperti jarum-jarum es yang menancap di kulit, begitu pula ingatan tentang malam itu menusuk relung jiwaku. Lima tahun. Lima tahun sejak malam itu. Malam di mana Jian, dengan tatapan sedingin baja, mengucapkan kata-kata yang memporak-porandakan duniaku. "Aku tidak pernah mencintaimu, Lian."

Bayanganku memantul di genangan air, patah menjadi kepingan-kepingan tak berbentuk. Sama seperti hatiku. Dulu, taman ini adalah saksi bisu janji-janji manis di bawah rembulan. Sekarang, hanya ada suara hujan yang meratap dan aroma tanah basah yang menyengat hidung.

Di kejauhan, sebuah lentera bergoyang lemah, cahayanya nyaris padam. Sama seperti harapanku. Aku menggenggam liontin giok berbentuk bangau di tanganku. Dulu, Jian memberikannya padaku, berkata bahwa bangau melambangkan kesetiaan abadi. Ironis.

"Lian..."

Suara itu. Suara yang selalu menghantuiku dalam mimpi buruk. Jian berdiri di belakangku, payung hitam melindunginya dari hujan. Wajahnya masih setampan dulu, tapi matanya... matanya menyimpan rahasia kelam yang tak terungkapkan.

"Apa yang kau inginkan, Jian?" Aku bertanya, suaraku bergetar.

"Aku... merindukanmu."

Kebohongan! Setiap kata yang keluar dari bibirnya adalah kebohongan! Dulu, aku percaya setiap ucapannya. Dulu, aku mencintainya dengan segenap hatiku. Tapi sekarang... yang tersisa hanyalah luka dan dendam yang membara.

"Merindukanku? Setelah apa yang kau lakukan?" Aku tertawa sinis. "Kau pikir aku akan percaya lagi padamu?"

Jian terdiam. Hujan semakin deras. Angin bertiup kencang, menerbangkan dedaunan kering di sekitarku.

"Kau tahu, Lian," katanya, suaranya pelan namun menusuk, "kau salah. Aku tidak pernah melupakan malam itu. Malam di mana kau menghancurkan hidupku."

Mataku membelalak. Apa maksudnya? Aku yang menghancurkan hidupnya? Akulah yang dikhianati! Akulah yang ditinggalkan!

"Apa yang kau bicarakan?"

Jian tersenyum. Senyum yang membuat bulu kudukku meremang. "Kau lupa? Atau kau memilih untuk melupakannya? Bagus. Biar kuingatkan."

Ia mendekatiku, sangat dekat hingga aku bisa merasakan napasnya di leherku. "Selama lima tahun ini, aku telah merencanakan segalanya. Setiap detik. Kau akan membayar semua yang telah kau lakukan, Lian. Kau akan merasakan sakit yang kurasakan."

Cahaya lentera di kejauhan akhirnya padam. Dunia menjadi gelap. Hanya ada suara hujan dan bisikan Jian yang menusuk telingaku.

"Tahukah kau, Lian... bahwa anak yang kau kandung saat itu... adalah anakku?"

You Might Also Like: Agen Kosmetik Jualan Online Mudah Kota

Post a Comment

Previous Post Next Post