Rahasia yang Terukir di Batu Nisan
Kabut tebal menggantung di lereng Gunung Cangwu, menyelimuti kuil tua yang terabaikan. Di tengahnya, berdirilah Li Wei, yang seharusnya telah lama bersemayam di tanah. Mata sipitnya menyipit, menatap batu nisan bertuliskan namanya sendiri. Lima belas tahun telah berlalu sejak ia dikabarkan tewas dalam pemberontakan berdarah di istana.
Lorong istana malam itu, bagai labirin bisu. Obor-obor redup menari-nari di dinding, menampilkan bayangan yang seolah berbisik. Li Wei, dengan jubah hitam legam, menyusuri lorong itu, langkahnya ringan namun pasti. Ia mencari satu sosok: Kaisar Zhao, sahabat sekaligus pengkhianatnya.
"Kau kembali, Li Wei," suara Kaisar Zhao mengalir seperti racun yang manis. Ia duduk di singgasananya, anggur merah berkilauan di tangannya. "Kupikir kau sudah menjadi debu."
Li Wei membungkuk hormat, namun matanya tajam bagai belati. "Kematian adalah kemudahan, Yang Mulia. Aku memilih untuk hidup, untuk mencari jawaban."
"Jawaban? Tentang apa?" Kaisar Zhao tertawa hambar. "Tentang pengkhianatanmu sendiri? Tentang bagaimana kau bersekongkol dengan pemberontak?"
"Oh, Yang Mulia," balas Li Wei lembut, namun mematikan. "Pemberontak hanyalah pion. Pengkhianatan adalah permainan yang lebih kompleks."
Ia mendekat, kabut pegunungan seolah mengikutinya masuk ke dalam istana. "Kau percaya aku mati, Zhao. Kau percaya aku adalah korban. Padahal, aku yang merancang segalanya sejak awal."
Kaisar Zhao terpaku. Kekuatan yang selama ini ia banggakan seolah sirna ditelan malam.
"Pemberontakan itu, pembantaian itu, bahkan batu nisan itu... semua adalah bagian dari rencanaku. Rencana untuk melihatmu merasakan apa yang kurasakan ketika ayahku, kaisar sebelumnya, dibunuh—atas perintahmu."
Li Wei mendekat lagi, wajahnya tanpa emosi. Di tangannya, sebilah pisau perak berkilauan di bawah cahaya obor.
"Siapa yang mengendalikan bayangan, Yang Mulia? Yang terlihat lemah, atau yang menyembunyikan kekuatan sejati di balik senyum?"
Pisau itu bergerak cepat. Kaisar Zhao terhuyung, darah mewarnai jubah kebesarannya.
Li Wei menatap mayat sahabatnya, lalu berbalik dan menghilang ke dalam kabut.
Di kuil tua, di bawah batu nisan yang salah, kebenaran akhirnya menemukan bentuknya: Korban, dalam setiap cerita, dapat menjadi dalang yang paling kejam.
You Might Also Like: Unlock Your Financial Future With Crf