Cerpen Keren: Kau Dikutuk Jadi Cahaya, Dan Aku Terjebak Dalam Bayanganmu



Kau Dikutuk Jadi Cahaya, dan Aku Terjebak dalam Bayanganmu

Lorong Istana Timur berdenyut sunyi. Kabut tipis merayap dari Halaman Batu Giok, menelan cahaya obor dan membisikkan rahasia yang lebih tua dari dinasti. Mei Hua, putri mahkota yang DIANGGAP telah lama meninggal dalam pemberontakan sepuluh tahun lalu, berdiri di sana. Wajahnya tersembunyi di balik kerudung sutra hitam, hanya kilau mata phoenix-nya yang terlihat, dingin dan tajam.

Di hadapannya, Kaisar berdiri. Punggungnya renta, namun auranya masih membara, seperti bara api yang hampir padam. "Mei Hua? Mustahil... Rohmu seharusnya sudah tenang."

Suara Mei Hua bagai gemericik es yang memecah keheningan. "Tenang? Bagaimana bisa aku tenang, Ayah? Ketika KAMU mengirimku ke sarang serigala demi tahta yang kau dambakan?"

Kaisar terhuyung. "Aku... Aku melakukan apa yang harus kulakukan untuk Kekaisaran!"

"Kekaisaran?" Mei Hua tertawa hambar. Tangan kurusnya menyentuh pilar marmer. "Kekaisaran yang dibangun di atas pengkhianatan dan air mata? Tahukah Ayah, selama bertahun-tahun dalam pengasingan, aku belajar banyak. Aku belajar bahwa bayangan bisa LEBIH KUAT dari cahaya. Bahwa kebohongan yang diulang-ulang bisa menjadi kebenaran."

"Apa maksudmu?" Kaisar mengerutkan kening, kebingungan terpancar di matanya.

Mei Hua mengangkat kerudungnya. Wajahnya pucat, namun anggun. Sebuah senyuman tipis bermain di bibirnya. "Pemberontakan itu... BUKAN untukmu, Ayah. Itu adalah bagian dari rencanaku. Aku yang mengatur semuanya. Akulah yang mengadu domba para jenderal, aku yang membisikkan racun ke telinga permaisuri. Aku yang memastikan bahwa Ayah percaya aku sudah mati."

Kaisar terperangah. "Tapi... Kenapa?"

"Karena aku HARUS melihatmu merasakannya. Merasakan pengkhianatan yang kurasakan. Kau mengutukku jadi cahaya, simbol harapan yang palsu. Maka aku, Ayah, aku memilih untuk menjadi bayangan. Bayangan yang akan menelanmu."

Ia melangkah mendekat, semakin dekat, aroma melati dan kematian berbaur di udara. "Dan sekarang, saatnya tirai diturunkan." Ia mengeluarkan sebuah jepit rambut perak berukir naga. Dulu, jepit rambut itu adalah hadiah kesayangan darinya untuk sang ayah. Sekarang...

"Aku selalu tahu bahwa suatu hari nanti, kau akan menghancurkanku, Mei Hua," kata Kaisar, suaranya nyaris berbisik. "Aku hanya tidak menyangka bahwa kau akan melakukan ini DEMI DIRIMU SENDIRI."

Mei Hua menyeringai. "Itulah ironinya, bukan? Kau selalu berpikir bahwa aku korbannya. Padahal, akulah dalangnya sejak AWAL."

Dan dia menusuk.

Udara terasa berat. Sunyi. Hanya suara tetesan darah yang memecah keheningan. Mei Hua berdiri di atas tubuh Kaisar, jepit rambut perak berlumuran merah. Ia menatap tangannya, lalu ke koridor istana yang sunyi. Kabut semakin tebal.

Akhirnya, teka-teki itu lengkap, dan ternyata, akulah satu-satunya yang tahu bagaimana cara memecahkannya.

You Might Also Like: Rahasia Dibalik Tafsir Diserang

Post a Comment

Previous Post Next Post