TOP! Janji Itu Tertinggal Di Ruang Tahta, Bersama Bayangan Kita Yang Tak Pernah Pulang



Janji Itu Tertinggal Di Ruang Tahta, Bersama Bayangan Kita Yang Tak Pernah Pulang

Hujan kota selalu mengingatkanku pada notifikasi yang tak pernah kuterima. Dulu, setiap rintik yang jatuh adalah pertanda pesannya akan muncul di layar PONSELku. Sekarang, hanya layar buram dan aroma kopi pahit yang menemaniku. Seperti ada sesuatu yang hilang, seperti echo yang tak pernah berhenti berputar dalam pikiranku.

Namanya, Li Wei, terukir di setiap sudut memoriku. Bukan dengan tinta, melainkan dengan pixel cahaya yang memudar perlahan. Kami bertemu di dunia maya, ruang di mana identitas bisa disembunyikan dan mimpi-mimpi bisa terbang bebas. Dunia para GAMER. Cinta kami tumbuh di sana, di antara kode-kode rumit dan avatar-avatar yang saling bertarung. Kami membangun istana virtual, ruang tahta di mana janji-janji diikrarkan.

Tapi dunia maya tak bisa menggantikan dunia nyata. Kami bertemu. Li Wei, dengan senyumnya yang menawan dan mata yang menyimpan rahasia. Pertemuan itu... sempurna. Atau setidaknya, itulah yang ingin kupercaya.

Namun, di balik tawa dan sentuhan, ada JURANG yang menganga. Dia berasal dari keluarga terpandang, dengan tradisi yang mengikatnya erat. Aku? Hanya seorang gadis biasa, dengan mimpi yang terlalu besar untuk keluarga yang sederhana.

Pertemuan kami semakin jarang. Notifikasi semakin sepi. Sisa chat yang tak terkirim menumpuk di draft, kata-kata yang tak pernah menemukan tujuannya. Aku tahu ada sesuatu yang disembunyikannya. Sesuatu yang lebih besar dari perbedaan status sosial.

Suatu malam, aku menemukan foto. Sebuah foto lama yang dikirim oleh seorang teman yang juga GAMER seperti ku. Foto seorang anak laki-laki di depan ruang tahta virtual yang kami bangun bersama. Anak laki-laki itu... Li Wei. Dan di sampingnya, seorang gadis kecil dengan tatapan dingin. Gadis itu adalah Lin Xue, pewaris tunggal perusahaan raksasa yang selama ini menjadi beban dipundak Li Wei.

RAHASIA itu akhirnya terungkap. Pertunangan yang diatur, masa depan yang telah dipetakan, dan aku... hanya sebuah pelarian, sebuah mimpi di tengah kenyataan yang pahit.

Kehilangan itu terasa AMAT SANGAT NYATA. Bukan hanya kehilangan cinta, tapi kehilangan ilusi. Kehilangan janji yang tertinggal di ruang tahta, bersama bayangan kami yang tak pernah bisa pulang.

Aku membalasnya dengan lembut. Bukan dengan amarah, bukan dengan air mata. Aku mengirimkan pesan terakhir, sebuah screenshot ruang tahta virtual kami yang telah kuhancurkan. Hanya debu digital dan pixel yang bertebaran.

Lalu, aku memblokir semua kontaknya. Menghapus semua foto dan kenangan. Memutuskan semua ikatan.

Aku meninggalkannya dengan satu kalimat: "Selamat tinggal, Li Wei. Sekarang, Anda bebas."

Aku mematikan ponselku, menyesap kopi pahitku, dan menatap hujan kota.

Aku tidak merasa menang. Aku juga tidak merasa kalah. Aku hanya merasa...

...kosong.

You Might Also Like: Peluang Bisnis Skincare Bisnis Rumahan_30

Post a Comment

Previous Post Next Post