Aku Mencintaimu di Masa Lalu, Tapi Dosanya Masih Terasa di Kini
Hujan turun perlahan di atas nisan marmer putih. Butiran air menari-nari di atas ukiran nama Lin Mei. Dinginnya meresap ke dalam tanah, sama dinginnya dengan kepergiannya yang tiba-tiba. Aku, yang kini hanyalah seonggok BAYANGAN, berdiri di sana, menatap pusaranya. Bayangan yang menolak pergi.
Dulu, aku adalah Han Xing, kekasihnya. Kini, aku hanyalah arwah yang terikat pada dunia ini, sebuah janji yang belum tertunaikan, sebuah kebenaran yang belum terucap. Cinta yang terpendam.
Udara di sekitarku terasa berat, seperti kain beludru yang membebat dada. Setiap napas yang kurasakan (walau aku tak lagi bernapas) adalah bisikan penyesalan. Kata-kata yang tak sempat kuucapkan, kesempatan yang terlewatkan, semua berputar-putar dalam benakku, abadi.
Dulu, aku pengecut. Aku mencintai Lin Mei, tapi aku terikat pada perjodohan bisnis yang telah diatur orang tuaku. Aku menyakitinya, menusuk hatinya dengan janji palsu dan kebohongan yang manis. Dia pergi, dan aku terlambat menyadari bahwa dia adalah Satu-satunya.
Kini, aku kembali. Bukan untuk membalas dendam, bukan untuk menuntut keadilan. Tidak. Aku kembali untuk menuntaskan apa yang tertinggal. Aku kembali untuk mencari KEDAMAIAN.
Malam-malam berikutnya kuhabiskan dengan mengawasi keluarga Lin. Aku melihat kesedihan di mata ibunya, kekosongan di hati ayahnya. Aku melihat adiknya, Lin Yue, yang kini tumbuh menjadi gadis dewasa yang tegar, walau bayangan kesedihan masih menghantuinya.
Aku menemukan sepucuk surat yang disembunyikan Lin Yue di balik cermin kamarnya. Surat itu ditujukan padaku. Di sana, Lin Mei menulis tentang cintanya, tentang mimpinya, dan tentang kehancurannya. Di akhir surat, dia menulis: "Han Xing, maafkan aku jika aku tidak cukup baik untukmu. Semoga kamu bahagia."
Air mata (yang untungnya tak terlihat) menetes dari mataku. Betapa bodohnya aku. Aku telah menghancurkan kebahagiaan kami berdua. Aku telah membiarkan ambisiku merenggut nyawanya.
Aku mencari petunjuk, jejak masa lalu yang mungkin bisa membantuku memahami apa yang sebenarnya terjadi. Aku mengorek-ngorek informasi dari orang-orang yang mengenalnya. Aku menyusuri jalan-jalan yang dulu sering kami lalui bersama.
Akhirnya, aku menemukan sebuah kebenaran yang pahit. Lin Mei tidak meninggal karena patah hati. Dia meninggal karena perusahaan tempat orang tuaku berinvestasi secara ilegal menyebabkan longsor dan menimbun rumahnya. Aku, secara tidak langsung, adalah penyebab kematiannya. INI DOSAKU!
Kini, aku tahu apa yang harus kulakukan. Aku akan membongkar kejahatan perusahaan itu. Aku akan membawa keadilan bagi Lin Mei dan keluarganya. Aku akan menuntut pertanggungjawaban atas kematiannya.
Dengan bantuan Lin Yue, yang ternyata memiliki bakat investigasi yang luar biasa, aku mengumpulkan bukti-bukti kejahatan perusahaan itu. Kami bekerja keras, dalam senyap dan penuh risiko. Aku menuntunnya, membisikkan petunjuk, dan melindunginya dari bahaya.
Akhirnya, kebenaran terungkap. Perusahaan itu ditutup, para pelaku diadili, dan keluarga Lin mendapatkan keadilan. Beban di pundakku terasa sedikit ringan. Aku telah melakukan apa yang seharusnya kulakukan sejak dulu.
Aku kembali ke pusara Lin Mei. Hujan masih turun, tapi kali ini terasa lebih lembut, lebih menenangkan. Aku berbisik padanya: "Lin Mei, aku mencintaimu. Maafkan aku. Aku telah berusaha menebus dosaku."
Saat mentari pagi mulai menyingsing, bayanganku perlahan memudar. Aku merasakan kedamaian yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Tugas ku selesai. Tinggal kenangan.
Lin Mei, aku rasa, aku bisa pergi sekarang...
...Dan dia tersenyum, untuk terakhir kalinya, sebelum benar-benar menghilang.
You Might Also Like: Obama Presidencys Millions To David