Senyum yang Membuka Langit
Babak pertama kehidupan Lan Hua, seperti lukisan sutra yang sobek. Dulu, ia adalah putri kesayangan Jenderal besar, dibesarkan dalam kemewahan dan impian. Cintanya, pada Pangeran Mahkota yang berjanji bulan dan bintang, berakhir dengan pengkhianatan. Kekuasaan, lebih manis dari madu bagi sang pangeran, membuatnya mencampakkan Lan Hua demi wanita dari keluarga yang lebih berpengaruh. Ayahnya, difitnah dan dieksekusi. Keluarga Lan hancur berantakan.
Kelembutan Lan Hua luluh lantak. Yang tersisa hanyalah kekuatan tersembunyi, bara api dendam yang membara di balik mata indahnya. Ia kehilangan segalanya. Segalanya kecuali… ingatan.
Tiga tahun berlalu. Lan Hua, dengan nama samaran Mei Lan, kembali ke istana sebagai dayang rendahan. Kecantikannya masih memukau, tetapi kini disembunyikan di balik kerendahan hati dan kepatuhan. Ia mempelajari seluk-beluk istana, intrik dan kebusukan yang bersembunyi di balik senyum palsu. Mei Lan menjadi bayangan, menyerap setiap rahasia, mengumpulkan setiap informasi yang bisa ia gunakan.
Di luar penampilannya yang anggun, Lan Hua adalah medan perang yang sunyi. Setiap langkahnya diperhitungkan. Ia tidak berteriak, tidak mengamuk. Dendamnya adalah simfoni yang dimainkan dengan sabar, setiap nada disusun dengan cermat. Ia memanipulasi, mempengaruhi, dan menghancurkan, bukan dengan pedang terhunus, tetapi dengan bisikan lembut di telinga yang tepat, dengan senyuman manis yang menyembunyikan pisau.
Pangeran Mahkota, kini Kaisar, tidak mengenalinya. Mei Lan, dengan kecerdasannya yang memikat, menjadi penasihat kepercayaannya. Ia menabur benih keraguan, memecah belah aliansi, dan menggerogoti kekuasaan kaisar dari dalam. Mantan cintanya, kini merasakan pahitnya kekalahan, kebingungan dan teror. Ia melihat kerajaannya runtuh, tidak menyadari bahwa arsitek kehancurannya adalah wanita yang pernah dicampakkannya.
Adegan puncak terjadi di malam bulan purnama. Kaisar, dikelilingi oleh sisa-sisa kesetiaannya yang tercabik, menghadapi Mei Lan. "Siapa kau sebenarnya?" tanyanya dengan suara serak.
Mei Lan tersenyum. Senyum yang dulu penuh cinta, kini dipenuhi ketenangan yang mematikan. "Aku adalah gema dari kesalahanmu," jawabnya. "Aku adalah Lan Hua, putri Jenderal Lan. Dan aku datang untuk membalas dendam."
Tidak ada amarah dalam suaranya, hanya ketenangan sedingin es. Kaisar, yang akhirnya menyadari kengerian perbuatannya, berlutut di hadapannya.
Lan Hua mengangkat tangannya, bukan untuk membunuh, tetapi untuk memerintah. Ia telah mendapatkan kembali segalanya yang telah direnggut darinya. Kekuasaan, kehormatan, dan keadilan.
Di momen itu, berdiri di atas puing-puing masa lalunya, dihiasi dengan luka dan kebijaksanaan, dia akhirnya mengerti: balas dendam bukanlah akhir, tetapi permulaan.
Dan saat fajar menyingsing, menyinari wajahnya yang tenang dan kuat, Lan Hua berkata: "Mahkota ini… lebih ringan dari yang kubayangkan."
You Might Also Like: Rahasia Dibalik Mimpi Menangkap Burung